Minggu, 26 Oktober 2014
Case #32 - Sumber otentik
Diana punya dua masalah : yang pertama adalah anaknya yang berumur 12 tahun malas belajar tapi Diana ingin anaknya itu belajar dengan baik.
Saya bertanya berapa skala nilai yang diberikan untuk anaknya itu, dan dia bilang 6 atau 7. Apa dia mengerjakan pekerjaan rumahnya? Ya. Tapi faktanya untuk masuk ke sebuah sekolah terkenal seorang anak harus memiliki nilai yang tinggi, dan itu yang membuat anak tertekan.
Pertama, saya merespon dengan berdasarkan pada apa yang saya yakini - yaitu keyakinan akan peran dominan orang tua dalam pertumbuhan anak, keyakinan akan pentingnya hidup yang seimbang untuk seorang anak, dan penilaian saya bahwa pencapaian akademik tidak selalu menjadi tujuan yang paling utama.
Ini penting, untuk memperjelas posisi saya, agar terbebas dari segala batasan, dan menemukan di bagian mana serta bagaimana kesediaan saya untuk memberikan dukungan bisa sesuai dengan posisinya.
Dia merasakan konflik, karena telah membaca banyak buku yang membahas tentang cara mendidik anak berkaitan dengan masalah ini, dan sudah mencoba memberikan ruang gerak pada anaknya, tapi dia malah merasa khawatir akan masa depan anaknya itu, dan tidak tahu bagaimana cara yang efektif untuk memotivasinya.
Jadi saya memberi usulan seperti ini : Dia sebaiknya duduk bersama dengan anaknya itu, kemudian memberitahu pada anaknya itu hal-hal apa saja yang penting bagi perkembangan sang anak.
Lalu dia (sang ibu) akan memberikan gambaran tentang apa yang sedang dihadapi oleh anaknya itu - sebuah lingkungan masyarakat dan sistem sekolah yang sangat kompetitif, di mana seseorang membutuhkan sejumlah nilai/kemampuan tertentu untuk memasuki suatu lembaga tertentu. Sang ibu akan memetakan tiap-tiap lembaga, apa yang dibutuhkan untuk memasuki masing-masing dari lembaga tersebut, serta kelebihan dan kekurangan dari lembaga-lembaga tersebut.
Dalam hal ini, dia (sang ibu) bisa bersikap apa adanya, sementara di sisi lain ia juga memberikan dukungan pada anaknya untuk menemukan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anaknya itu. Keinginan dan hasrat untuk mendukung anaknya kemudian akan mengarah pada kondisi di mana ia nantinya akan membantu anaknya dalam menentukan pilihan, daripada menentukan pilihan untuk anaknya.
Masalah kedua yang dialaminya adalah tentang hubungannya dengan sang suami. Ketika pulang, suaminya hanya minum bir, membaca koran, menulis isi blog miliknya, dan justru mengabaikan dirinya dan juga anak mereka.
Jelas sekali, dia tidak senang dengan situasi ini, tapi sayangnya dia masih belum bisa menemukan jalan keluar untuk masalah tersebut.
Dalam beberapa hal, suaminya itu terkadang memberikan kontribusi untuk kehidupan keluarga, misalnya merencanakan acara keluarga, menghabiskan waktu bersama, dan sering memasak makanan.
Dia tidak pernah menjadi seorang ahli komunikasi, jadi hal seperti ini bukanlah sesuatu yang baru.
Jelas sekali menurut saya, bahwa mengeluh dan menuntut sesuatu dari suaminya, atau bahkan jika dia berusaha meyakinkan saya bahwa dia berkomunikasi secara terbuka dengan sang suami, hal seperti itu tidak akan banyak membantu menyelesaikan masalah.
Saya bertanya tentang blog milik suaminya. Dia bilang kalau blog itu penuh dengan artikel, isinya lucu dan sang suami memasukkan sejumlah gambar serta menaruh komentar menarik untuk gambar tersebut. Dia berharap bisa berbicara dengan suaminya seperti itu.
Arah dari masalah ini menjadi jelas bagi saya. Dia tidak ingin mengubah suaminya, tapi dia ingin bisa bergabung dengan suaminya. Saya bertanya apakah dia punya ipad. Dia bilang kalau dia menyembunyikannya..
Saya menyuruhnya untuk segera memberikan ipad tersebut pada suaminya, dan membeli yang baru untuk dirinya sendiri. Dia kemudian bisa berkomunikasi secara tertulis dengan suaminya menggunakan ipad tersebut. Dia bisa memberikan respon pada blog milik suaminya, mengirim catatan, dan juga surat. Sementara suaminya duduk sambil membaca koran, dia bisa mengirim komentar pada suaminya itu melalui blog. Dia bisa menulis surat, mencetak surat tersebut, dan mengirimkannya pada sang suami, atau menaruhnya di bawa bantal sang suami.
Dalam hal ini, saya hanya memanfaatkan 'sumber' yang tersedia. Hal ini tidak bekerja pada dinamika intrapsikis yang ada dalam dirinya, dan saya menolak gagasan yang menyatakan bahwa ada sesuatu yang salah dengan dirinya, karena suaminya tidak memperhatikan dirinya. Sebaliknya, saya mencari di mana 'sumber' tersebut berasal, dan bagaimana dia melakukan kontak dengan suaminya dengan cara yang berbeda dari yang selama ini dilakukannya dalam hubungan.
Saya bertanya berapa skala nilai yang diberikan untuk anaknya itu, dan dia bilang 6 atau 7. Apa dia mengerjakan pekerjaan rumahnya? Ya. Tapi faktanya untuk masuk ke sebuah sekolah terkenal seorang anak harus memiliki nilai yang tinggi, dan itu yang membuat anak tertekan.
Pertama, saya merespon dengan berdasarkan pada apa yang saya yakini - yaitu keyakinan akan peran dominan orang tua dalam pertumbuhan anak, keyakinan akan pentingnya hidup yang seimbang untuk seorang anak, dan penilaian saya bahwa pencapaian akademik tidak selalu menjadi tujuan yang paling utama.
Ini penting, untuk memperjelas posisi saya, agar terbebas dari segala batasan, dan menemukan di bagian mana serta bagaimana kesediaan saya untuk memberikan dukungan bisa sesuai dengan posisinya.
Dia merasakan konflik, karena telah membaca banyak buku yang membahas tentang cara mendidik anak berkaitan dengan masalah ini, dan sudah mencoba memberikan ruang gerak pada anaknya, tapi dia malah merasa khawatir akan masa depan anaknya itu, dan tidak tahu bagaimana cara yang efektif untuk memotivasinya.
Jadi saya memberi usulan seperti ini : Dia sebaiknya duduk bersama dengan anaknya itu, kemudian memberitahu pada anaknya itu hal-hal apa saja yang penting bagi perkembangan sang anak.
Lalu dia (sang ibu) akan memberikan gambaran tentang apa yang sedang dihadapi oleh anaknya itu - sebuah lingkungan masyarakat dan sistem sekolah yang sangat kompetitif, di mana seseorang membutuhkan sejumlah nilai/kemampuan tertentu untuk memasuki suatu lembaga tertentu. Sang ibu akan memetakan tiap-tiap lembaga, apa yang dibutuhkan untuk memasuki masing-masing dari lembaga tersebut, serta kelebihan dan kekurangan dari lembaga-lembaga tersebut.
Dalam hal ini, dia (sang ibu) bisa bersikap apa adanya, sementara di sisi lain ia juga memberikan dukungan pada anaknya untuk menemukan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anaknya itu. Keinginan dan hasrat untuk mendukung anaknya kemudian akan mengarah pada kondisi di mana ia nantinya akan membantu anaknya dalam menentukan pilihan, daripada menentukan pilihan untuk anaknya.
Masalah kedua yang dialaminya adalah tentang hubungannya dengan sang suami. Ketika pulang, suaminya hanya minum bir, membaca koran, menulis isi blog miliknya, dan justru mengabaikan dirinya dan juga anak mereka.
Jelas sekali, dia tidak senang dengan situasi ini, tapi sayangnya dia masih belum bisa menemukan jalan keluar untuk masalah tersebut.
Dalam beberapa hal, suaminya itu terkadang memberikan kontribusi untuk kehidupan keluarga, misalnya merencanakan acara keluarga, menghabiskan waktu bersama, dan sering memasak makanan.
Dia tidak pernah menjadi seorang ahli komunikasi, jadi hal seperti ini bukanlah sesuatu yang baru.
Jelas sekali menurut saya, bahwa mengeluh dan menuntut sesuatu dari suaminya, atau bahkan jika dia berusaha meyakinkan saya bahwa dia berkomunikasi secara terbuka dengan sang suami, hal seperti itu tidak akan banyak membantu menyelesaikan masalah.
Saya bertanya tentang blog milik suaminya. Dia bilang kalau blog itu penuh dengan artikel, isinya lucu dan sang suami memasukkan sejumlah gambar serta menaruh komentar menarik untuk gambar tersebut. Dia berharap bisa berbicara dengan suaminya seperti itu.
Arah dari masalah ini menjadi jelas bagi saya. Dia tidak ingin mengubah suaminya, tapi dia ingin bisa bergabung dengan suaminya. Saya bertanya apakah dia punya ipad. Dia bilang kalau dia menyembunyikannya..
Saya menyuruhnya untuk segera memberikan ipad tersebut pada suaminya, dan membeli yang baru untuk dirinya sendiri. Dia kemudian bisa berkomunikasi secara tertulis dengan suaminya menggunakan ipad tersebut. Dia bisa memberikan respon pada blog milik suaminya, mengirim catatan, dan juga surat. Sementara suaminya duduk sambil membaca koran, dia bisa mengirim komentar pada suaminya itu melalui blog. Dia bisa menulis surat, mencetak surat tersebut, dan mengirimkannya pada sang suami, atau menaruhnya di bawa bantal sang suami.
Dalam hal ini, saya hanya memanfaatkan 'sumber' yang tersedia. Hal ini tidak bekerja pada dinamika intrapsikis yang ada dalam dirinya, dan saya menolak gagasan yang menyatakan bahwa ada sesuatu yang salah dengan dirinya, karena suaminya tidak memperhatikan dirinya. Sebaliknya, saya mencari di mana 'sumber' tersebut berasal, dan bagaimana dia melakukan kontak dengan suaminya dengan cara yang berbeda dari yang selama ini dilakukannya dalam hubungan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar