Senin, 11 Agustus 2014
Case #29 - Menumbuhkan gadis kecil yang pemarah
Cathy menceritakan masalah tentang 'kebencian pada ayahnya'. Saya bertanya apa yang dia benci dari ayahnya, dia bilang, soal ayahnya yang menceraikan ibunya saat dia masih berumur 4 tahun.
Saya mencoba mengenali sifatnya. Sudah 20 tahun berlalu, dan dia hanya bertemu 10 kali dengan ayahnya sejak saat itu. Dia tidak tahu banyak soal ayahnya.
Dia percaya kalau ibunya adalah korban dalam hal ini - ayahnya menjalin hubungan dengan wanita lain, dan menikah lagi.
Setelah dewasa, dia tidak pernah mencoba menghubungi ayahnya. Saat saya menanyakan alasannya, dia bilang kalau ayahnya telah membawa putri dari pernikahannya yang kedua bersamanya, dan Mary merasa sangat iri dengan perhatian yang diberikan ayahnya pada saudarinya itu(dalam hal ini mereka dihubungkan oleh darah ayah mereka).
Saya bilang padanya kalau saya tidak akan menyelesaikan masalah perceraian orang tuanya, atau kebenciannya akan hal itu(karena itu bukanlah inti masalah yang sebenarnya). Sebaliknya, saya hanya ingin berurusan dengan dirinya yang sudah dewasa, dan mencari tahu apa yang perlu dia lakukan saat ini.
Dia merasa segan, tapi saya menunjukkan batasan diri saya secara jelas.
Saya menceritakan padanya sebuah cerita tentang perceraian yang saya alami, dan percakapan yang saya lakukan dengan anak sulung saya saat dia tumbuh dewasa, dan kesalahpahaman yang dipendamnya.
Saya bilang padanya kalau saya ingin mendukungnya untuk berbicara dengan ayahnya, tapi bukan berarti membiarkannya menjadi korban, atau berada dalam posisi yang lemah.
Sebagai orang dewasa dia harus menentukan pilihannya sendiri agar bisa berlatih, dan harus bisa mencari tahu hal yang sebenarnya menurut ayahnya. Dia masih belum melakukan hal ini, jadi saya fokus pada hal ini agar dia bisa melakukannya di masa yang akan datang, daripada hanya bergantung pada masa lalu.
Di sisi lain, Mary memiliki suara dan perilaku seperti gadis kecil. Saya bilang padanya kalau saya memahami masalah yang dialaminya dan merasa kasihan, tapi sekarang hal itu tidaklah begitu penting, atau apakah interaksi dengan ayahnya bisa membantunya mendapatkan kembali tahun-tahun dalam hidupnya yang sudah hilang.
Kami harus tetap berada dalam masalah ini, dan mencari tahu sumber daya yang ada dalam dirinya, yang bisa berguna nantinya.
Ini merupakan keadaan yang sulit, melakukan tindakan yang sebaliknya justru akan membuatnya terjebak dalam posisi di mana dia tidak bisa melakukan apa-apa, dan terus-terusan berharap bisa mendapatkan sesuatu yang sudah tidak bisa dia dapatkan.
Terkadang empati bisa membantu orang-orang, tapi mereka memerlukan batasan yang jelas berkaitan dengan hal itu, dan sebuah jalan untuk bergerak maju daripada hanya terus-terusan melihat ke belakang. Dia tidak punya pilihan, dan kapasitas untuk menghadapi ayahnya(karena sifatnya yang seperti seorang gadis kecil).
Dia bilang pada saya, jika dia menganggap ayahnya seperti seorang anak kecil, dia mungkin akan memukul ayahnya itu, Dia marah, dan saya mencoba menenangkannya. Tapi dia tidak menemukan jalan lain yang bisa menghubungkannya dengan ayahnya, dan kembali menunjukkan ekspresi marah layaknya seorang gadis kecil.
Jadi saya melakukan sebuah eksperimen: dimulai dengan menunjuk salah satu tempat di dalam ruangan, yang berada di samping ibunya, dan kemudian bergerak menuju ke tempat tersebut seolah di sana ada ayahnya. Dengan begini mungkin dia bisa bercakap dengan ayahnya atau setidaknya berdiri bersamanya.
Dia merasa tertantang dengan hal ini, dan sangat ketakutan. Sebisa mungkin saya berusaha meyakinkannya, tapi juga memberinya pilihan. Saya terus mengatakan kalau dia sudah berumur 24 tahun(bahwa dia sudah dewasa). Saya memintanya untuk menghentikan suaranya kekanak-kanakannya itu, dan bersikap lebih dewasa serta mampu mengambil pilihan.
Perlahan-lahan, dia setuju dengan eksperimen ini. Dia bergerak selangkah demi selangkah, di mana dia membutuhkan dukungan untuk setiap langkahnya, agar tidak terjatuh. Akhirnya dia mencapai tempat di mana ayahnya berada(seolah-olah), dan saya meminta seseorang untuk berperan sebagai ayahnya.
Dia sadar bahwa mustahil dia bisa bicara dengan ayahnya. Jadi saya bertanya apa yang dia rasakan, dan menggunakan perasaan itu dalam kalimat yang bisa dia katakan pada ayahnya nanti. Saya hanya memberinya sedikit bantuan, agar dia bisa memikirkan kalimat apa yang akan dia katakan. Dia harus lebih berani untuk mengatakan apa yang dia ingin katakan. Faktanya, dia mengeluarkan desahan nafas yang tajam, yang menunjukkan keluh-kesahnya tentang perhatian yang diberikan oleh ayahnya pada saudarinya.
Dia ingin bertanya pada ayahnya, tapi saya mengatakan padanya kalau dia hanya boleh membuat pernyataan. Saya tahu kalau dia akan melakukan manipulasi ketika bertanya pada ayahnya, dan saya mengingatkannya kembali tetang alasannya menemui ayahnya.
Akhirnya dia bicara pada ayahnya, mengatakana pada ayahnya kalau dia merasa marah, tersakiti, dan juga merindukan ayahnya itu. Kebanyakan dia berbicara tentang kegalauan dan ketakutan yang dirasakannya. Tanggapan representatif yang muncul adalah bahwa ayahnya merasa senang bertemu dengannya; Cathy sama sekali tidak menduga hal ini.
Baginya, semua proses ini terasa sangat sulit. Saya harus membuat eksperimen ini lebih mudah baginya, dengan mengatakan padanya kalau ini hanyalah terapi, dan orang-orang yang ada di depannya bukanlah ayah dan ibunya yang sesungguhnya, dan dia hanya berjalan di atas lantai bambu, tidak lebih. Hal ini sedikit mengurangi perasaan emosional dalam dirinya. Saya selalu membantunya dalam setiap langkahnya, mengajarinya, mendukungnya, dan menantangnya sebagai seseorang yang sudah dewasa.
Ini adalah sebuah contoh dari apa yang disebut 'safe emergency' dalam eksperimen Gestalt, di mana kami masuk ke dalam suatu wilayah yang sulit dijangkau, dan perlu melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah, dan tentunya memerlukan dukungan.
Lalu membuat orang yang mengikuti eksperimen ini mendapatkan pengalaman baru.
Tapi, eksperimen seperti itu tidaklah preskriptif, dan memberikan dorongan pada klien bukanlah bertujuan untuk membuat mereka harus melakukan sesuatu, tapi untuk membuat mereka menemukan kesadaran dan mampu membuat pilihan.
Saya mencoba mengenali sifatnya. Sudah 20 tahun berlalu, dan dia hanya bertemu 10 kali dengan ayahnya sejak saat itu. Dia tidak tahu banyak soal ayahnya.
Dia percaya kalau ibunya adalah korban dalam hal ini - ayahnya menjalin hubungan dengan wanita lain, dan menikah lagi.
Setelah dewasa, dia tidak pernah mencoba menghubungi ayahnya. Saat saya menanyakan alasannya, dia bilang kalau ayahnya telah membawa putri dari pernikahannya yang kedua bersamanya, dan Mary merasa sangat iri dengan perhatian yang diberikan ayahnya pada saudarinya itu(dalam hal ini mereka dihubungkan oleh darah ayah mereka).
Saya bilang padanya kalau saya tidak akan menyelesaikan masalah perceraian orang tuanya, atau kebenciannya akan hal itu(karena itu bukanlah inti masalah yang sebenarnya). Sebaliknya, saya hanya ingin berurusan dengan dirinya yang sudah dewasa, dan mencari tahu apa yang perlu dia lakukan saat ini.
Dia merasa segan, tapi saya menunjukkan batasan diri saya secara jelas.
Saya menceritakan padanya sebuah cerita tentang perceraian yang saya alami, dan percakapan yang saya lakukan dengan anak sulung saya saat dia tumbuh dewasa, dan kesalahpahaman yang dipendamnya.
Saya bilang padanya kalau saya ingin mendukungnya untuk berbicara dengan ayahnya, tapi bukan berarti membiarkannya menjadi korban, atau berada dalam posisi yang lemah.
Sebagai orang dewasa dia harus menentukan pilihannya sendiri agar bisa berlatih, dan harus bisa mencari tahu hal yang sebenarnya menurut ayahnya. Dia masih belum melakukan hal ini, jadi saya fokus pada hal ini agar dia bisa melakukannya di masa yang akan datang, daripada hanya bergantung pada masa lalu.
Di sisi lain, Mary memiliki suara dan perilaku seperti gadis kecil. Saya bilang padanya kalau saya memahami masalah yang dialaminya dan merasa kasihan, tapi sekarang hal itu tidaklah begitu penting, atau apakah interaksi dengan ayahnya bisa membantunya mendapatkan kembali tahun-tahun dalam hidupnya yang sudah hilang.
Kami harus tetap berada dalam masalah ini, dan mencari tahu sumber daya yang ada dalam dirinya, yang bisa berguna nantinya.
Ini merupakan keadaan yang sulit, melakukan tindakan yang sebaliknya justru akan membuatnya terjebak dalam posisi di mana dia tidak bisa melakukan apa-apa, dan terus-terusan berharap bisa mendapatkan sesuatu yang sudah tidak bisa dia dapatkan.
Terkadang empati bisa membantu orang-orang, tapi mereka memerlukan batasan yang jelas berkaitan dengan hal itu, dan sebuah jalan untuk bergerak maju daripada hanya terus-terusan melihat ke belakang. Dia tidak punya pilihan, dan kapasitas untuk menghadapi ayahnya(karena sifatnya yang seperti seorang gadis kecil).
Dia bilang pada saya, jika dia menganggap ayahnya seperti seorang anak kecil, dia mungkin akan memukul ayahnya itu, Dia marah, dan saya mencoba menenangkannya. Tapi dia tidak menemukan jalan lain yang bisa menghubungkannya dengan ayahnya, dan kembali menunjukkan ekspresi marah layaknya seorang gadis kecil.
Jadi saya melakukan sebuah eksperimen: dimulai dengan menunjuk salah satu tempat di dalam ruangan, yang berada di samping ibunya, dan kemudian bergerak menuju ke tempat tersebut seolah di sana ada ayahnya. Dengan begini mungkin dia bisa bercakap dengan ayahnya atau setidaknya berdiri bersamanya.
Dia merasa tertantang dengan hal ini, dan sangat ketakutan. Sebisa mungkin saya berusaha meyakinkannya, tapi juga memberinya pilihan. Saya terus mengatakan kalau dia sudah berumur 24 tahun(bahwa dia sudah dewasa). Saya memintanya untuk menghentikan suaranya kekanak-kanakannya itu, dan bersikap lebih dewasa serta mampu mengambil pilihan.
Perlahan-lahan, dia setuju dengan eksperimen ini. Dia bergerak selangkah demi selangkah, di mana dia membutuhkan dukungan untuk setiap langkahnya, agar tidak terjatuh. Akhirnya dia mencapai tempat di mana ayahnya berada(seolah-olah), dan saya meminta seseorang untuk berperan sebagai ayahnya.
Dia sadar bahwa mustahil dia bisa bicara dengan ayahnya. Jadi saya bertanya apa yang dia rasakan, dan menggunakan perasaan itu dalam kalimat yang bisa dia katakan pada ayahnya nanti. Saya hanya memberinya sedikit bantuan, agar dia bisa memikirkan kalimat apa yang akan dia katakan. Dia harus lebih berani untuk mengatakan apa yang dia ingin katakan. Faktanya, dia mengeluarkan desahan nafas yang tajam, yang menunjukkan keluh-kesahnya tentang perhatian yang diberikan oleh ayahnya pada saudarinya.
Dia ingin bertanya pada ayahnya, tapi saya mengatakan padanya kalau dia hanya boleh membuat pernyataan. Saya tahu kalau dia akan melakukan manipulasi ketika bertanya pada ayahnya, dan saya mengingatkannya kembali tetang alasannya menemui ayahnya.
Akhirnya dia bicara pada ayahnya, mengatakana pada ayahnya kalau dia merasa marah, tersakiti, dan juga merindukan ayahnya itu. Kebanyakan dia berbicara tentang kegalauan dan ketakutan yang dirasakannya. Tanggapan representatif yang muncul adalah bahwa ayahnya merasa senang bertemu dengannya; Cathy sama sekali tidak menduga hal ini.
Baginya, semua proses ini terasa sangat sulit. Saya harus membuat eksperimen ini lebih mudah baginya, dengan mengatakan padanya kalau ini hanyalah terapi, dan orang-orang yang ada di depannya bukanlah ayah dan ibunya yang sesungguhnya, dan dia hanya berjalan di atas lantai bambu, tidak lebih. Hal ini sedikit mengurangi perasaan emosional dalam dirinya. Saya selalu membantunya dalam setiap langkahnya, mengajarinya, mendukungnya, dan menantangnya sebagai seseorang yang sudah dewasa.
Ini adalah sebuah contoh dari apa yang disebut 'safe emergency' dalam eksperimen Gestalt, di mana kami masuk ke dalam suatu wilayah yang sulit dijangkau, dan perlu melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah, dan tentunya memerlukan dukungan.
Lalu membuat orang yang mengikuti eksperimen ini mendapatkan pengalaman baru.
Tapi, eksperimen seperti itu tidaklah preskriptif, dan memberikan dorongan pada klien bukanlah bertujuan untuk membuat mereka harus melakukan sesuatu, tapi untuk membuat mereka menemukan kesadaran dan mampu membuat pilihan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar