Sabtu, 16 Agustus 2014
Case #30 - Alasan yang baik untuk tidak merasakan hasrat seksual
Bridgit mengatakan kalau dia merasa seperti 'membeku' di bagian kewanitaannya. Dia sudah bercerai selama lima tahun dan sampai sekarang belum menjalin hubungan lagi.
Dia bilang kalau dia merasa disakiti oleh suaminya. Dia belum pernah bersikap sangat responsif pada suaminya secara seksual, meskipun sudah mencoba berbagai cara, dan terdapat banyak aspek yang baik dalam hubungan mereka.
Saya bertanya seperti apa dia disakiti oleh suaminya, tapi dia merasa sulit menjelaskannya. Dia bersikap tertutup pada suaminya, dan itulah yang membuatnya merasakan pengalaman buruk tersebut.
Tapi tampaknya perilaku suaminya tidak begitu membahayakan. Jadi kami mengarah pada hal lain.
Lalu dia mengatakan kalau dia tidak merasakan begitu banyak perasaan tersebut(hasrat seksual) di dalam tubuhnya.
Saya melibatkan diri saya, dan menceritakan pengalaman saya, dan betapa sulitnya saya merasakan perasaan apa pun di dalam tubuh saya.
Dia bilang kalau semua ini berawal dari pengalamannya ketika melihat saudara laki-lakinya dianiaya oleh orang tuanya sejak umur 8 tahun samapi 16 tahun. Setelah itu dia diculik, dan perlu waktu lima tahun sampai dia bisa menulis surat, dan kemudian diselamatkan. Tapi, setelah itu, dia berkeliaran di jalan bersama dengan para pencuri lainnya, mencuri barang-barang, masuk penjara beberapa kali dan bahkan mencuri dari dirinya ketika dia mencoba menolong saudaranya itu.
15 tahun lalu ayahnya meninggal, dan dia mengatakan kalau sejak saat itu saudara laki-lakinya terlihat baik-baik saja, merasa bahagia, dan hidupnya semakin membaik.
Walaupun demikian, dia (Bridgit) masih merasakan rasa sakit dan rasa bersalah karena tidak bisa melakukan apa-apa ketika saudara laki-lakinya dianiaya.
Saya tahu bahwa dia(Bridgit) tidak pernah mendapatkan dukungan dari siapapun selama itu - tidak ada teman bicara, tidak ada yang membuatnya nyaman.
ketika dia terus mengingat rasa sakit tersebut, saya duduk di sebelahnya, dan merangkulnya, jadi dia bisa merasakan dukungan yang tidak pernah dia dapatkan. Dia akan merasakannya, ketika saya berada di sana, bersama dengan dirinya.
Saat saya melakukan hal ini, dia mulai menangis dan terlihat meraskan sakit yang teramat sangat, sambil terengah-engah. Saya memeluknya, mendekapnya, mdan mendengarkan rasa sakit yang mengalir bersama tangisannya.
Setelah beberapa saat dia berhenti menangis, dan mulai tenang. Saya mulai berbicara lagi dengannya.
Lalu dia duduk dan menatap saya. Dia bilang 'saya ingin memberikan sesuatu pada anda'. Saya bisa merasakan perubahan dalam dirinya, dan energi yang saya berikan padanya. Saya bilang, saya bisa merasakannya, saya merasa hangat. Dia mengatakan kalau kehangatan mengalir di dalam tubuhnya.
Saya bertanya padanya apa yang ingin dia berikan, tapi dia masih terus bermain permainan kata-kata.
Lalu dia bilang 'Saya ingin mencium mata anda dengan mata saya'. Saya bisa merasakan sikap keterbukaan darinya dan aliran energi antara saya dan dia. Saya bilang, sekarang anda sudah menguasai diri anda sendiri, dan siap menjalin hubungan. Dia mengangguk.
Saya tidak mengambil gambaran pertama(perasaan yang membeku), ataupun yang gambaran yang kedua(kekurangan perasaan di dalam tubuh). Saya memberi respon dan menunggu sampai sesuatu yang lain muncul, yaitu masalah yang belum terselesaikan di dalam lingkungan keluarganya.
Trauma seperti itu pasti akan meninggalkan luka yang dalam baginya, dan meskipun kehidupan saudara laki-lakinya sudah lebih baik, dia masih merasakan sakit dan merasa bersalah. Dia tidak bisa melangkah maju sendirian sampai dia benar-benar bisa mengetahui di mana letak rasa sakit yang dialaminya, dan kemudian mendapatkan dukungan untuk mengatasi rasa sakit tersebut.
Pengalaman akan memicu penyembuhan trauma, membantu menghilangkan rasa sakit dan rasa bersalahnya secara spontan, dan siap menunjukkan hasrat seksualnya.
Dia bilang kalau dia merasa disakiti oleh suaminya. Dia belum pernah bersikap sangat responsif pada suaminya secara seksual, meskipun sudah mencoba berbagai cara, dan terdapat banyak aspek yang baik dalam hubungan mereka.
Saya bertanya seperti apa dia disakiti oleh suaminya, tapi dia merasa sulit menjelaskannya. Dia bersikap tertutup pada suaminya, dan itulah yang membuatnya merasakan pengalaman buruk tersebut.
Tapi tampaknya perilaku suaminya tidak begitu membahayakan. Jadi kami mengarah pada hal lain.
Lalu dia mengatakan kalau dia tidak merasakan begitu banyak perasaan tersebut(hasrat seksual) di dalam tubuhnya.
Saya melibatkan diri saya, dan menceritakan pengalaman saya, dan betapa sulitnya saya merasakan perasaan apa pun di dalam tubuh saya.
Dia bilang kalau semua ini berawal dari pengalamannya ketika melihat saudara laki-lakinya dianiaya oleh orang tuanya sejak umur 8 tahun samapi 16 tahun. Setelah itu dia diculik, dan perlu waktu lima tahun sampai dia bisa menulis surat, dan kemudian diselamatkan. Tapi, setelah itu, dia berkeliaran di jalan bersama dengan para pencuri lainnya, mencuri barang-barang, masuk penjara beberapa kali dan bahkan mencuri dari dirinya ketika dia mencoba menolong saudaranya itu.
15 tahun lalu ayahnya meninggal, dan dia mengatakan kalau sejak saat itu saudara laki-lakinya terlihat baik-baik saja, merasa bahagia, dan hidupnya semakin membaik.
Walaupun demikian, dia (Bridgit) masih merasakan rasa sakit dan rasa bersalah karena tidak bisa melakukan apa-apa ketika saudara laki-lakinya dianiaya.
Saya tahu bahwa dia(Bridgit) tidak pernah mendapatkan dukungan dari siapapun selama itu - tidak ada teman bicara, tidak ada yang membuatnya nyaman.
ketika dia terus mengingat rasa sakit tersebut, saya duduk di sebelahnya, dan merangkulnya, jadi dia bisa merasakan dukungan yang tidak pernah dia dapatkan. Dia akan merasakannya, ketika saya berada di sana, bersama dengan dirinya.
Saat saya melakukan hal ini, dia mulai menangis dan terlihat meraskan sakit yang teramat sangat, sambil terengah-engah. Saya memeluknya, mendekapnya, mdan mendengarkan rasa sakit yang mengalir bersama tangisannya.
Setelah beberapa saat dia berhenti menangis, dan mulai tenang. Saya mulai berbicara lagi dengannya.
Lalu dia duduk dan menatap saya. Dia bilang 'saya ingin memberikan sesuatu pada anda'. Saya bisa merasakan perubahan dalam dirinya, dan energi yang saya berikan padanya. Saya bilang, saya bisa merasakannya, saya merasa hangat. Dia mengatakan kalau kehangatan mengalir di dalam tubuhnya.
Saya bertanya padanya apa yang ingin dia berikan, tapi dia masih terus bermain permainan kata-kata.
Lalu dia bilang 'Saya ingin mencium mata anda dengan mata saya'. Saya bisa merasakan sikap keterbukaan darinya dan aliran energi antara saya dan dia. Saya bilang, sekarang anda sudah menguasai diri anda sendiri, dan siap menjalin hubungan. Dia mengangguk.
Saya tidak mengambil gambaran pertama(perasaan yang membeku), ataupun yang gambaran yang kedua(kekurangan perasaan di dalam tubuh). Saya memberi respon dan menunggu sampai sesuatu yang lain muncul, yaitu masalah yang belum terselesaikan di dalam lingkungan keluarganya.
Trauma seperti itu pasti akan meninggalkan luka yang dalam baginya, dan meskipun kehidupan saudara laki-lakinya sudah lebih baik, dia masih merasakan sakit dan merasa bersalah. Dia tidak bisa melangkah maju sendirian sampai dia benar-benar bisa mengetahui di mana letak rasa sakit yang dialaminya, dan kemudian mendapatkan dukungan untuk mengatasi rasa sakit tersebut.
Pengalaman akan memicu penyembuhan trauma, membantu menghilangkan rasa sakit dan rasa bersalahnya secara spontan, dan siap menunjukkan hasrat seksualnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar