Jumat, 18 Juli 2014
Case #22 - Serigala di depan pintu
Matt adalah seorang pengusaha sukses. Dia menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk belajar mengenal dirinya, mengikuti kursus, membaca buku yang berkaitan dengan masalah kepribadian, dan membangun semangat positif untuk dirinya.
Setelah bercerai, hidupnya masuk ke dalam tahapan yang baru, dengan sebuah hubungan yang baru. Mantan istrinya selalu melimpahkan kesalahan padanya, khususnya dalam hal finansial dan pekerjaan. Meskipun dia sukses, dan bisnisnya lancar, dia tidaklah kaya. Istrinya selalu menyalahkannya karena hal tersebut.
Dia datang pada saya setelah merasakan kepanikan di tempat kerjanya. Dia merasa 'sulit bergerak' sepanjang hari.
Salah satu pemicunya bisa jadi karena percakapannya dengan mantan istrinya di pagi hari, yang menuntut agar dia menanggalkan semua urusannya dan segera pergi menjemput anak mereka di sekolah sebelum memasukkan mobilnya ke garasi. Seperti biasanya, istrinya terus menyalahkannya dan bersikap kasar.
Namun, sejumlah peristiwa lain terjadi - dia kehilangan sebuah kontrak besar yang sudah lama diinginkannya; terlambat membayar sejumlah besar tagihan; dia melakukan banyak hal positif, termasuk menulis buku, membangun karirnya, tapi tidak satupun yang dihargai; seorang mantan rekan kerjanya menuntutnya; dan pada akhirnya dia hanya memiliki 100 dollar di rekeningnya.
Saya bertanya apa yang dia rasakan, dan memintanya untuk mengatakannya pada saya. Dia terus menanggapinya dengan ide-iden tentang apa yang sebenarnya terjadi, dan menceritakan berbagai kejadian yang sudah berlalu...tapi saya memotong pembicaraannya, dan langsung memintanya untuk menjelaskan apa yang dirasakan tubuhnya.
Dia bilang, saat dia merasa panik, seluruh tubuhnya seperti terbungkus oleh jaket yang sangat ketat. Sekarang, dia merasa takut.
Saya memintanya untuk fokus pada perasaan tersebut...dia merasakan panas, dan sebuah lapisan ketakutan. Dia bilang ini seperti diserang oleh orang tidak dikenal.
Lalu dia memberikan analogi yang diajarkan ayahnya - serigala yang berdiri di depan pintu.
Dalam keadaan normal, dia selalu siap menerima tantangan saat kepercayaan dirinya meningkat. Tapi sekarang, saat rasa percaya dirinya hilang, serigala akan memangsanya.
Saya meyakinkannya kalau serigala tersebut tidak hanya berdiri di depan pintu, tapi di depannya.
Jadi saya mengajaknya untuk membayangkan kalau serigala tersebut berada di atas tubuhnya. Dia bilang 'air lirunya berjatuhan'. Jadi saya meminta bersikap seolah-olah dia terjatuh, dan mendengar suara serigala tersebut, dan merasakan air liur serigala tersebut jatuh di wajahnya. Saya menyuruhnya untuk menarik nafas dalam-dalam, merasakan ketakutan di seluruh tubuhnya, dan tetap tenang. Saya bilang padanya kalau dia akan merasakan energi yang sangat banyak di dalam tubuhnya, dan kalau energi tersebut berlebihan, dia bisa menghentikannya.
Dia melakukannya, dan seluruh tubuhnya merasa kejang. Setelah beberapa lama dia membuka matanya, dan mengatakan, kalau dia merasakan energi yang sangat banyak di dalam tubuhnya, sambil terkejut.
Lalu saya mengajaknya untuk membayangkan dirinya menjadi seekor serigala, berdiri di depan Matt, sambil meneteskan air liur. Saya memintanya untuk mengatakan sesuatu pada Matt, mungkin semacam pesan.
Setelah beberapa lama, dia membuka matanya. Dia menyadari sesuatu yang penting. Dia bilang 'aku benar-benar serigala yang bijak'.
Dia menyadari kalau dia dianggap sebagai seekor domba oleh serigala tersebut, dan pada posisi itu, dia terkesan lemah, tidak tegas, rentan terhadap serangan dan kehilangan kepercayaan diri. Saat berperan sebagai serigala dia berani menghadapi tantangan.
Dalam proses ini, saya menggunakan identifikasi, dan secara khusus memulai proses identifikasi dengan mengandalkan petunjuk yang ada. Saya mencari hal-hal yang berkaitan dengan 'serangan', di mana sangat jelas kalau hal itu bukanlah sebuah ancaman belaka, karena dia merasa sangat ketakutan - itu sebuah pengalaman akan suatu bahaya.
Jadi dalam teori Gestalt, kami masuk ke dalam pengalaman akan suatu bahaya tersebut, dengan membawa dukungan yang cukup. Lalu kami berpindah ke polaritas yang lain - berperan sebagai 'bahaya' tersebut, lalu menuju ke tahap penyembuhan untuk menyatukan kembali hal-hal yang terpecah.
Setelah bercerai, hidupnya masuk ke dalam tahapan yang baru, dengan sebuah hubungan yang baru. Mantan istrinya selalu melimpahkan kesalahan padanya, khususnya dalam hal finansial dan pekerjaan. Meskipun dia sukses, dan bisnisnya lancar, dia tidaklah kaya. Istrinya selalu menyalahkannya karena hal tersebut.
Dia datang pada saya setelah merasakan kepanikan di tempat kerjanya. Dia merasa 'sulit bergerak' sepanjang hari.
Salah satu pemicunya bisa jadi karena percakapannya dengan mantan istrinya di pagi hari, yang menuntut agar dia menanggalkan semua urusannya dan segera pergi menjemput anak mereka di sekolah sebelum memasukkan mobilnya ke garasi. Seperti biasanya, istrinya terus menyalahkannya dan bersikap kasar.
Namun, sejumlah peristiwa lain terjadi - dia kehilangan sebuah kontrak besar yang sudah lama diinginkannya; terlambat membayar sejumlah besar tagihan; dia melakukan banyak hal positif, termasuk menulis buku, membangun karirnya, tapi tidak satupun yang dihargai; seorang mantan rekan kerjanya menuntutnya; dan pada akhirnya dia hanya memiliki 100 dollar di rekeningnya.
Saya bertanya apa yang dia rasakan, dan memintanya untuk mengatakannya pada saya. Dia terus menanggapinya dengan ide-iden tentang apa yang sebenarnya terjadi, dan menceritakan berbagai kejadian yang sudah berlalu...tapi saya memotong pembicaraannya, dan langsung memintanya untuk menjelaskan apa yang dirasakan tubuhnya.
Dia bilang, saat dia merasa panik, seluruh tubuhnya seperti terbungkus oleh jaket yang sangat ketat. Sekarang, dia merasa takut.
Saya memintanya untuk fokus pada perasaan tersebut...dia merasakan panas, dan sebuah lapisan ketakutan. Dia bilang ini seperti diserang oleh orang tidak dikenal.
Lalu dia memberikan analogi yang diajarkan ayahnya - serigala yang berdiri di depan pintu.
Dalam keadaan normal, dia selalu siap menerima tantangan saat kepercayaan dirinya meningkat. Tapi sekarang, saat rasa percaya dirinya hilang, serigala akan memangsanya.
Saya meyakinkannya kalau serigala tersebut tidak hanya berdiri di depan pintu, tapi di depannya.
Jadi saya mengajaknya untuk membayangkan kalau serigala tersebut berada di atas tubuhnya. Dia bilang 'air lirunya berjatuhan'. Jadi saya meminta bersikap seolah-olah dia terjatuh, dan mendengar suara serigala tersebut, dan merasakan air liur serigala tersebut jatuh di wajahnya. Saya menyuruhnya untuk menarik nafas dalam-dalam, merasakan ketakutan di seluruh tubuhnya, dan tetap tenang. Saya bilang padanya kalau dia akan merasakan energi yang sangat banyak di dalam tubuhnya, dan kalau energi tersebut berlebihan, dia bisa menghentikannya.
Dia melakukannya, dan seluruh tubuhnya merasa kejang. Setelah beberapa lama dia membuka matanya, dan mengatakan, kalau dia merasakan energi yang sangat banyak di dalam tubuhnya, sambil terkejut.
Lalu saya mengajaknya untuk membayangkan dirinya menjadi seekor serigala, berdiri di depan Matt, sambil meneteskan air liur. Saya memintanya untuk mengatakan sesuatu pada Matt, mungkin semacam pesan.
Setelah beberapa lama, dia membuka matanya. Dia menyadari sesuatu yang penting. Dia bilang 'aku benar-benar serigala yang bijak'.
Dia menyadari kalau dia dianggap sebagai seekor domba oleh serigala tersebut, dan pada posisi itu, dia terkesan lemah, tidak tegas, rentan terhadap serangan dan kehilangan kepercayaan diri. Saat berperan sebagai serigala dia berani menghadapi tantangan.
Dalam proses ini, saya menggunakan identifikasi, dan secara khusus memulai proses identifikasi dengan mengandalkan petunjuk yang ada. Saya mencari hal-hal yang berkaitan dengan 'serangan', di mana sangat jelas kalau hal itu bukanlah sebuah ancaman belaka, karena dia merasa sangat ketakutan - itu sebuah pengalaman akan suatu bahaya.
Jadi dalam teori Gestalt, kami masuk ke dalam pengalaman akan suatu bahaya tersebut, dengan membawa dukungan yang cukup. Lalu kami berpindah ke polaritas yang lain - berperan sebagai 'bahaya' tersebut, lalu menuju ke tahap penyembuhan untuk menyatukan kembali hal-hal yang terpecah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar