Minggu, 27 Juli 2014
Case #25 - 10,000 anak panah
Mary sudah bercerai dua kali, dan sekarang dia tinggal lagi dengan salah satu mantan suaminya, ayah dari anaknya.
Saya ingin tahu perjalanan hidupnya.
Mereka berdua menjalankan sebuah bisnis bersama-sama, tapi terkadang saling bertentangan. Seiring waktu, suaminya mulai bertindak kasar padanya. Hal ini terus berlanjut selama beberapa tahun.
Suaminya lalu memintanya untuk bercerai, dan kemudian menjalin hubungan dengan salah satu pegawainya.
Setelah ditolak oleh wanita tersebut, dia meminta rujuk pada Mary, dan Mary setuju.
Dia lalu kembali menyakiti istrinya itu.
Akhirnya, setelah beberapa tahun, Mary kehilangan kesabaran, dan menceraikannya.
Beberapa tahun kemudian, mereka mulai hidup bersama lagi, kali ini tanpa kekerasan, dan dia(Mary) mengatakan kalau dia hubungannya saat ini terasa 'memuaskan', tapi dia tidak senang dengan hal itu.
Ketika mengatakannya, tentu saja dia merasa kalau dia akan mendapatkan lebih banyak rasa sakit.
Saya bertanya bagaimana dia bisa bertahan; dia mengingat apa yang dikatakan ibu dan neneknya tentang cara untuk hidup(tanpa kekerasan).
Saya bertanya apa yang dia rasakan. Dia bilang 'rasanya jantungku seperti tertusuk 10,000 anak panah'.
Saya menyadari kalau dia lebih memilih menahan rasa sakitnya seorang diri, daripada membaginya dengan orang lain, tapi menyatakan rasa prihatin mungkin akan memberikan efek padanya.
Saya bertanya bagaimana rasanya berbicara dengan saya, yang merupakan seorang pria - dia bilang kalau dia merasa aman.
Saya bilang padanya kalau ada pria yang menancapkan panah di jantungnya, maka sebagai seorang pria, saya ingin melepaskan panah itu.
Saya mengatakan kalau saya akan menarik panah tersebut keluar, secara perlahan, jika dia menginginkannya.
Saya melakukannya, menjatuhkan panah tersebut ke tanah, dan saya bisa mengerti kalau dia merasa sangat kesakitan.
Saya mencari tahu apa yang dia rasakan: dia bilang kalau dia merasa kesakitan, tapi juga merasa sangat tersentuh, dan sedikit merasa lega.
Dia merasa lebih bebas, tapi tangannya mati rasa. Ini adalah indikasi kalau dia sudah cukup berusaha.
Akhirnya, saya menyarakan melakukan sebuah ritual dengan tiga anak panah, di mana terdapat beberapa pilihan. Dia memilih ritual pembakaran untuk membakar ketiga anak panah tersebut.
Jadi saya menceritakan padanya sebuah cerita fiksi tentang sebuah perjalanan, di mana kami berdua berperan sebagai subjek cerita, memasuki hutan untuk membakar anak panah tersebut, dan memberikan suatu pengakuan, lalu meninggalkan anak panah yang sudah terbakar tersebut di tanah.
Pengalamannya di bagian akhir cerita merupakan salah satu titik terang, yang terlihat sangat jelas.
Saya memintanya untuk melakukan sebuah tugas, mengulang proses yang sudah terjadi selama seharian ini, dalam pikirannya, dengan lebih banyak anak panah, dan juga mengulang ritual pembakaran tadi.
Dalam proses ini, pertama-tama saya mencoba memetakan batasan wilayah yang bisa dijangkau olehnya, agar dapat memahami konteks masalahnya. Lalu saya menggunakan fakta bahwa saya adalah seorang pria untuk menciptakan suatu proses penyembuhan. Secara perlahanm saya mencari tahu apa yang dirasakannya, dan sekaligus memberikan banyak pilihan untuknya.
Saya bekerja dengan menggunakan perumpamaan tentang anak panah tersebut, dan bertindak serius, dalam rangka memulai proses penyembuhan. Faktor yang paling penting bukanlah berapa banyak anak panah yang terlepas, atau tentang pencabutan rasa sakit secara permanen, tapi faktanya kita telah menciptakan sebuah awal, dan itulah yang membuat perbedaan, dan bahwa sekarang dia sudah punya jalan untuk mengatasi masalah ini sendiri.
Eksperimen Gestalt dirancang berdasarkan bahan-bahan dan kata-kata yang berasal dari pasien, dan mampu bekerja karena adanya suatu dasar hubungan antara kami.
Saya ingin tahu perjalanan hidupnya.
Mereka berdua menjalankan sebuah bisnis bersama-sama, tapi terkadang saling bertentangan. Seiring waktu, suaminya mulai bertindak kasar padanya. Hal ini terus berlanjut selama beberapa tahun.
Suaminya lalu memintanya untuk bercerai, dan kemudian menjalin hubungan dengan salah satu pegawainya.
Setelah ditolak oleh wanita tersebut, dia meminta rujuk pada Mary, dan Mary setuju.
Dia lalu kembali menyakiti istrinya itu.
Akhirnya, setelah beberapa tahun, Mary kehilangan kesabaran, dan menceraikannya.
Beberapa tahun kemudian, mereka mulai hidup bersama lagi, kali ini tanpa kekerasan, dan dia(Mary) mengatakan kalau dia hubungannya saat ini terasa 'memuaskan', tapi dia tidak senang dengan hal itu.
Ketika mengatakannya, tentu saja dia merasa kalau dia akan mendapatkan lebih banyak rasa sakit.
Saya bertanya bagaimana dia bisa bertahan; dia mengingat apa yang dikatakan ibu dan neneknya tentang cara untuk hidup(tanpa kekerasan).
Saya bertanya apa yang dia rasakan. Dia bilang 'rasanya jantungku seperti tertusuk 10,000 anak panah'.
Saya menyadari kalau dia lebih memilih menahan rasa sakitnya seorang diri, daripada membaginya dengan orang lain, tapi menyatakan rasa prihatin mungkin akan memberikan efek padanya.
Saya bertanya bagaimana rasanya berbicara dengan saya, yang merupakan seorang pria - dia bilang kalau dia merasa aman.
Saya bilang padanya kalau ada pria yang menancapkan panah di jantungnya, maka sebagai seorang pria, saya ingin melepaskan panah itu.
Saya mengatakan kalau saya akan menarik panah tersebut keluar, secara perlahan, jika dia menginginkannya.
Saya melakukannya, menjatuhkan panah tersebut ke tanah, dan saya bisa mengerti kalau dia merasa sangat kesakitan.
Saya mencari tahu apa yang dia rasakan: dia bilang kalau dia merasa kesakitan, tapi juga merasa sangat tersentuh, dan sedikit merasa lega.
Dia merasa lebih bebas, tapi tangannya mati rasa. Ini adalah indikasi kalau dia sudah cukup berusaha.
Akhirnya, saya menyarakan melakukan sebuah ritual dengan tiga anak panah, di mana terdapat beberapa pilihan. Dia memilih ritual pembakaran untuk membakar ketiga anak panah tersebut.
Jadi saya menceritakan padanya sebuah cerita fiksi tentang sebuah perjalanan, di mana kami berdua berperan sebagai subjek cerita, memasuki hutan untuk membakar anak panah tersebut, dan memberikan suatu pengakuan, lalu meninggalkan anak panah yang sudah terbakar tersebut di tanah.
Pengalamannya di bagian akhir cerita merupakan salah satu titik terang, yang terlihat sangat jelas.
Saya memintanya untuk melakukan sebuah tugas, mengulang proses yang sudah terjadi selama seharian ini, dalam pikirannya, dengan lebih banyak anak panah, dan juga mengulang ritual pembakaran tadi.
Dalam proses ini, pertama-tama saya mencoba memetakan batasan wilayah yang bisa dijangkau olehnya, agar dapat memahami konteks masalahnya. Lalu saya menggunakan fakta bahwa saya adalah seorang pria untuk menciptakan suatu proses penyembuhan. Secara perlahanm saya mencari tahu apa yang dirasakannya, dan sekaligus memberikan banyak pilihan untuknya.
Saya bekerja dengan menggunakan perumpamaan tentang anak panah tersebut, dan bertindak serius, dalam rangka memulai proses penyembuhan. Faktor yang paling penting bukanlah berapa banyak anak panah yang terlepas, atau tentang pencabutan rasa sakit secara permanen, tapi faktanya kita telah menciptakan sebuah awal, dan itulah yang membuat perbedaan, dan bahwa sekarang dia sudah punya jalan untuk mengatasi masalah ini sendiri.
Eksperimen Gestalt dirancang berdasarkan bahan-bahan dan kata-kata yang berasal dari pasien, dan mampu bekerja karena adanya suatu dasar hubungan antara kami.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar